Seharusnya pada tulisanku kali ini, aku menuliskan luka-luka dan kesedihan, sesuatu yang lebih sedih dari pada kehilangan, tapi aku terlalu merasa telah bahagia sekaligus senang. Sebab setelah kehilnganmu di pelaminan, terbit senyumanmu dalam sebuah ingatan.
Sebagai seorang melan kolis yang terbiasa merasakan hal romantik. Tidak biasa, jika tiba-tiba kehilanganmu membuatku kehilangan pantoni, sepeti dendam masa kanak-anak yang kehilngan permen
Aku ingin mengusir keresahan dan kecemasan
Aku ingin tidak mengenalmu, tidak ingin merasa cinta dengan hatimu, memilih tidak jika akhirnya dalam cerita, aku menuai telah resmi kehilngan dirinya.
Tapi aku paham satu hal, bahwa selama ini doa-doaku hanya sekedar harapan, seperti iseng-iseng berhadiah saat ikut event sembarangan.
kenapa tulisan ini di buat, hanya untuk mencoba melupakan, air mata bisa aku usap dengan telapak tangan, luka bisa sembuh dengan melihat senyuman, namun nyatanya semua lebih membebankan. Lebih dari sekedar kenangan, melupakan dan kisah-kisah klasik seputar mantan.
Aku telah bersedia patah dalam-dalam, yang tertuang dalam balutan diksi yang menceka cekam.
Lukaku telah lebam, cintaku telah meredam, dan kehilnganmu adalah takdir yang telah di peruntukan alam.