Minggu, 22 Desember 2019

KISAH KLASIK SEPUTAR MANTAN.

Seharusnya pada tulisanku kali ini, aku menuliskan luka-luka dan kesedihan, sesuatu yang lebih sedih dari pada kehilangan, tapi aku terlalu merasa telah bahagia sekaligus senang. Sebab setelah kehilnganmu di pelaminan, terbit  senyumanmu dalam sebuah ingatan.

Sebagai seorang melan kolis yang terbiasa merasakan hal romantik. Tidak biasa, jika tiba-tiba kehilanganmu membuatku kehilangan pantoni, sepeti dendam masa kanak-anak yang kehilngan permen

Aku ingin mengusir keresahan dan kecemasan
Aku  ingin tidak mengenalmu, tidak ingin merasa cinta dengan hatimu, memilih tidak jika akhirnya dalam cerita, aku menuai telah resmi kehilngan dirinya.

Tapi aku paham satu hal, bahwa selama ini doa-doaku hanya sekedar harapan, seperti iseng-iseng berhadiah saat ikut event sembarangan.

kenapa tulisan ini di buat, hanya untuk mencoba melupakan, air mata bisa aku usap dengan telapak tangan, luka bisa sembuh dengan melihat senyuman, namun nyatanya semua lebih membebankan. Lebih dari sekedar kenangan, melupakan dan kisah-kisah klasik seputar mantan.

Aku telah bersedia patah dalam-dalam, yang tertuang dalam balutan diksi yang menceka cekam.
Lukaku telah lebam, cintaku telah meredam, dan kehilnganmu adalah takdir yang telah di peruntukan alam.

KAU YANG PERGI DAN AKU TELAH MENGIKHLASKAN.

Hay ...
Apa kabar?
Aku rasa kau baik-baik saja.

Sesekali ku menengok, dan kau tak lagi menulis tentang kehilangan.
Bagaimana harimu? ingin sekali ku tanyakan, namun aku berusaha sedingin yang aku bisa di setiap sapaan.
Bukan karena sombong, bukan pula karena pengganti barumu sudah membahagiakan aku. Namun akhir membunuh apa yang hendak tumbuh di setiap kau menyapa walau sesaat.

Tak usah membahas tentang aku, aku baik-baik saja.
Banyak orang baik yang datang setelah kau pergi.
Sama seperti kisahmu banyak sosok yang ingin menggantikanku di hatimu.

Aku menulis bukan untuk kau baca
Bukan untuk membuatmu merasa tersindir
Namun, kembali tapi aku menulis untuk melakukan apa yang biasa aku lakukan,
ketika kau menyapa, membunuh rasa yang perlahan kembali ada.

Dengan menulis ini, aku kembali tersadar
Bahwa kau telah pergi dan aku telah merelakan.

Senin, 06 Mei 2019

PERNAH

Aku pernah hancur, karena terlalu percaya.
Pernah juga patah, karena memilih orang yang salah.
Aku pernah terkubur dalam-dalam di hati seseorang,
Yang ku selami dengan niat untuk bisa ku mengerti.

Aku pernah memutuskan berjuang, untuk hati yang ternyata memperjuangkan orang lain.
Aku pernah tercerai-berai, ketika  kasihku tak sampai.
Aku pernah tertusuk pecahan hatiku sendiri, ketika aku mulai menyusun lalu kau datang lagi.
Aku pernah terjatuh dua kali, karena ceroboh memberikan kesempatan.

Aku pernah di tinggalkan karena menunggu.
Aku juga pernah di hakimi karena melindungi.
Aku pernah di tinggal pergi karena tak cukup memberi.
Aku pernah di tikam karena terlalu jujur dengan hati sendiri.
Aku pernah di salahkan karena berkata yang sebenarnya.
Aku pernah di suruh menunggu, ketika iya tengah menunggu orang lain.

Aku pernah seperti itu.
Sehancur itu aku pernah berjuang.
Berkali-kali bangkit, hanya untuk kembali di hancurkan.
Aku hanya ingin kau tau, bahwa aku pernah sehancur itu.

Jika sekarang kau yang ku pilih hendak menghancurkanku, tak apa. Aku rela.
Sudah sepenuh hati aku siap.

Hatiku memilihmu, mau kau genggam kuat-kuat hingga tercerai-berai, atau kau simpan sebagi kenang-kenangan.
Aku tak perduli.

Namun selama kau masih bersamaku, maukah kau di sampingku lebih lama ?
Seperti yang kau tahu sehancur-hancurnya hatiku, kehadiranmu selalu bisa menyembuhkanku

salam puitis
salam romantis